Friday 14 February 2014

pendidikan positif

Faktor-faktor yang Membuat Sekolah Efektif?

Dari analisi factor yang dilakukan oleh berbagai peneliti, dengan melihat berbagai sampel sekolah yang efektif dan tidak efektif, maka ditemukan beberapa factor signifikan penyebab sekolah menjadi efektif. Factor-faktor itu adalah;
Faktor 1:  Kepemimpinan Kuat
Sekolah Efektif punya kepemimpinan yang kuat. Sebagiannya menggunakan gaya kepemimpinan kolaboratif, dan Pemimpin aktif mencari partisipasi Sekolah.  Kepala sekolah tidak hanya ingin stafnya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, tetapi  bahkan memberi mereka kesempatan untuk mencoba hal-dan baru bahkan hak untuk gagal.  Kegagalan sebenarnya adalah kesempatan untuk perubahan.  Para peneliti mengatakan bahwa siswa membuat pencapaian keuntungan yang signifikan di sekolah bila kepala sekolah melakukan;
a)      Mengartikulasikan misi sekolah yang jelas
b)      Hadir dan terlihat di ruang kelas dan lorong-lorong.
c)       Secara continue punya harapan tinggi untuk guru dan siswa
d)      Menghabiskan sebagian besar hari bekerja dengan guru untuk meningkatkan instruksi
e)      Secara aktif terlibat dalam mendiagnosis masalah instruksional
f)       Menciptakan iklim yang positif sekolah
 Faktor 2:  Kejelasan Misi Sekolah
Di sekolah yang efektif,  kepala sekolah yang baik entah bagaimana menemukan waktu untuk mengembangkan visi  bersama, bagaimana visi dan misi itu seharusnya dilakukan, dikembangkan oleh semua anggota komunitas pendidikan dst. Kepala sekolah yang berhasil dapat mengartikulasikan misi sekolah tertentu, dan mereka menekankan inovasi dan perbaikan. Sebaliknya, kepala sekolah yang kurang efektif yang jelas tentang tujuan mereka dan fokus pada mempertahankan status quo.
Adalah penting bahwa  segenap guru memahami tujuan sekolah dan bekerja bersama-sama untuk pencapaian. Sayangnya, ketika guru yang disurvei, lebih dari 75 persen mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui atau berbeda satu sama lain dalam pemahaman akan misi sekolah. Di sekolah kurang efektif, guru tidak memiliki pemahaman umum dari misi sekolah, dan mereka berfungsi sebagai individu individu yang berdiri sendiri-sendiri dan terpisah. Kebutuhan pokok pemahaman berbagi visi sekolah juga meluas tidak hanya untuk guru tetapi untuk orang tua juga. Ketika guru bekerja sama dan orang tua yang berhubungan dengan misi sekolah, anak-anak lebih cenderung untuk mencapai keberhasilan akademik.
Faktor 3: Sekolah Memiliki Iklim yang Aman dan Tertib
Tentu saja sebelum siswa dapat belajar atau guru dapat mengajar, sekolah harus aman. Sebuah sekolah tidak aman, menurut definisi, tidak efektif. Aman ini banyak hal, mulai dari aman dalam arti umum, juga aman dalam pergaulan. Memiliki harapan tinggi dan toleransi kesalahan.
Seringkali sekolah, baik sekolah umum (negeri) atau swasta, guru-nya, kepala sekolahanya tidak memiliki peluang untuk merasa aman, sebab mereka selalu diawasi, diteropong dari atasan, dari yayasan dst. Sehingga ruang gerak mereka seakan terbatas dan ada rasa ketakutan, rasa tidak aman dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, apalagi kemampuan melakukan uji coba dan terobosan-terobosan.
Faktor 4: Memantau Kemajuan Siswa
Sekolah efektif memiliki kejelasan dalam memposting kemajuan siswanya. Sekolah secara jelas mendokumentasikan kelas dan kemajuan sekolah nya, dalam hal akademik dan lainnya. Siswa memiliki rasa yang jelas tentang bagaimana mereka lakukan studi mereka. Mereka tahu dan memahami  grafik kemajuan mereka. Selama wawancara guru, sekolah efektif  berbicara tentang kekuatan individu dan kelemahan siswa mereka. Guru memiliki folder siswanya yang berisi catatan menyeluruh dari nilai siswa pada tes standar, serta sampel classwork, pekerjaan rumah, dan kinerja dalam tes mingguan.
Wawancara dengan siswa sekolah tidak efektif, menunjukkan bahwa mereka hanya memiliki gagasan yang kabur tentang bagaimana mereka lakukan dan cara untuk meningkatkan kinerja akademis mereka. Guru juga tampak tidak jelas tentang kemajuan siswa. Ketika didesak untuk informasi lebih lanjut, salah satu guru yang diutus peneliti ke kantor bimbingan, mengatakan, “Saya pikir mereka menyimpan beberapa catatan seperti Tes Prestasi, Mungkin mereka dapat memberikan apa yang Anda cari…”
Sekolah yang efektif dengan hati-hati memantau dan menilai kemajuan siswa dalam berbagai cara:
a)      Norm-referenced tes  : membandingkan masing-masing siswa dengan orang lain dalam kelompok norma nasional (rata-rata Kabupaten/propensi dst).
b)      Objective-referenced tes : mengukur apakah seorang siswa telah menguasai standart  pengetahuan umum (misalnya, tes penilaian negara yang digunakan untuk menentukan siapa yang telah “menguasai” materi).
c)       Beberapa guru meminta siswa untuk melacak kemajuan mereka sendiri dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai cara membantu mereka memikul tanggung jawab lebih untuk pembelajaran mereka sendiri. Pekerjaan rumah adalah strategi lain untuk memantau siswa. Beberpa peneliti  menemukan bahwa pekerjaan rumah meningkatkan nilai prestasi siswa dari 50 ke persentil ke-60. Ketika pekerjaan ini dinilai dan dikomentari, prestasi meningkat dari 50 menjadi hampir persentil ke-80. Meskipun temuan ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah dinilai merupakan unsur penting dalam prestasi siswa, berapa banyak pekerjaan rumah untuk menetapkan, dan apa jenis tugas pekerjaan rumah yang paling efektif, terus menjadi titik pertentangan.
Faktor 5: High Expectations
Peneliti Robert Rosenthal dan Lenore Jacobson membahas Hubungan harapan dan pestasi. Ternyata  kekuatan harapan guru dapat membentuk prestasi siswa. Meskipun kritik metodologis dari Rosenthal dan studi Jacobson berlimpah, tetapi pada sekolah yang efektif menunjukkan bahwa ada bukti luas yang menunjukkan bahwa harapan tinggi yang dilakukan guru, pada kenyataannya, menghasilkan prestasi siswa yang tinggi, dan harapan yang rendah menghasilkan prestasi yang rendah.
Walau terlalu sering, harapan guru memiliki dampak negatif.  Ini karena harapan menjadi semacam prasangka sadar, atau stereotip. Sebagai contoh, anak yang tampan, berpakaian rapi, sering dianggap lebih pintar dari rekan-rekan mereka kurang menarik. Siswa laki-laki dianggap lebih cerah dalam matematika, ilmu pengetahuan, dan teknologi, sedangkan anak perempuan diberi kelebihan dalam kemampuan bahasa. Siswa berwarna (negro, hitam) kadang-kadang dianggap kurang mampu atau cerdas dibanding kulit cerah/putih. Ini semua dapat menyebabkan guru mengadakan penilaian yang kurang akurat tentang kemampuan siswa selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun.
Bahkan komentar santai di ruang guru dapat membentuk harapan guru lainnya.
Ketika guru memiliki harapan rendah pada siswa tertentu, perlakuan mereka terhadap para siswa seringkali berbeda dengan cara yang kurang sadar dan halus. Biasanya, mereka menawarkan pada siswa tersebut a) sedikit kesempatan untuk merespon, b) Kurang pujian, c) Kurang memberikan pekerjaan yang menantang, d) sedikit memberikan tanda-tanda nonverbal (kontak mata, tersenyum, dan hal-hal positif lainnya)
Di sekolah yang efektif, guru memegang harapan tinggi bahwa siswa dapat belajar, dan mereka menerjemahkan harapan tersebut dalam perilaku mengajar. Mereka menetapkan tujuan, bekerja ke arah penguasaan tujuan tersebut, menghabiskan lebih banyak waktu pada instruksi, dan secara aktif memantau perkembangan siswa. Mereka yakin bahwa siswa dapat berhasil.
Apakah harapan yang tinggi dapat efektif bekerja jika siswa tidak percaya harapan itu ada? Mungkin tidak, dan yang terlalu sering terjadi. Sementara sebagian besar kepala sekolah menengah percaya bahwa sekolah mereka memegang harapan tersebut bagi siswanya, hanya 39 persen guru percaya bahwa ini benar dan bahkan lebih mengecewakan, hanya satu dari empat siswa percaya sekolah mereka memegang harapan yang tinggi bagi mereka.
Kita perlu melakukan pekerjaan yang lebih baik berkomunikasi tentang harapan kepada siswa, dan memastikan bahwa harapan yang benar-benar menantang siswa. Dan itu bukan hanya siswa yang mendapatkan manfaat dari harapan yang tinggi. Dilaporkan bahwa ketika guru memegang harapan tinggi untuk kinerja mereka sendiri, ini akan sangat bermanfaat untuk seluruh sekolah.
Sebuah Catatan dari Perhatian pada Penelitian Sekolah Efektif
Ada masalah dalam mendefinisikan sekolah efektif. Apakah Sukses itu Achievable (Prestasi akademik, kognitif, nilai UAN, diterima di sekolah yang lebih tinggi, dapat menguasai skill tertentu seperti bahasa asing dan matematika serta computer) atau Well-being (berakhlaq, punya rasa percaya diri, AQ tinggi, berfikir positif dst).
Selain Lima Faktor ada hal lain yang perlu diperhatikan (hasil penelitian lainnya yaitu):
1)      Pra TK (Paud). Konsep pendidikan play group, usia awal sekolah, hubungan guru sekolah dan orang tua, bahkan parenting (kursus-kursus untuk pendidikan efektif bagi orang tua), akan sangat membantu sukses di kemudian hari. Artinya bila pra-TK di seriusi akan menghebat waktu, biaya disekolah-sekolah selanjutnya. Diperkirakan bahwa $ 1 yang dihabiskan dalam program intervensi awal menghemat $ 7 dalam program khusus dan layanan di kemudian hari.
2)      Fokus pada membaca dan matematika. Konsep dasar di TK dan SD tentang matematika akan sangat menguntungkan buat periode selanjutnya. Dalam matematika, siswa yang tidak menguasai konsep dasar menemukan diri mereka bermain catch-up sepanjang tahun sekolah mereka. Sekolah yang efektif mengidentifikasi dan memperbaiki kekurangan tersebut lebih awal, sebelum kinerja siswa memburuk.
3)      Jumlah siswa dalam sekolah (Sekolah Kecil). Siswa di sekolah-sekolah kecil belajar lebih banyak, lebih mungkin untuk lulus program mereka, kurang rentan terhadap menggunakan kekerasan. Penelitian menunjukkan bahwa sekolah kecil lebih efektif pada setiap tingkat pendidikan.
4)      Kelas Kecil. Meskipun penelitian tentang ukuran kelas kurang kuat daripada penelitian pada ukuran sekolah, penelitian menunjukkan bahwa kelas yang lebih kecil berhubungan dengan belajar siswa meningkat.
5)      Waktu Belajar. Bukan jumlahnya, tetapi penggunaan waktunya. Sebab seringkali jumlah waktu dalam pembelajaran itu tidak digunakan secara efektif untuk guru-guru tertentu, untuk sekolah-sekolah tertentu.
6)      Pelatihan guru.
7)      Trust.  Kepercayaan dalam hubungan antara orang tua, siswa, kepala sekolah dan guru adalah bahan yang diperlukan untuk memerintah, melakukan reformasi, uji coba bahkan kesiapan gagal dan sukses.
8)      Bagaimana dengan Teknologi? Sekolah dan Kabupaten yang ragu-ragu untuk membelanjakan dana bagi pelatihan guru, pengurangan ukuran kelas, atau program pendidikan anak usia dini dan juga kecepatan untuk berinvestasi dalam jumlah yang signifikan dalam komputer dan teknologi. Akan sangat sulit menjadi sekolah-sekolah efektif.  Walaupun Penelitian mengatakan bahwa sangat sedikit dampak teknologi terhadap efektivitas kinerja sekolah dan siswa (kecuali dalam jangka yang sangat panjang).
Muhammad Alwi : Alumni Kedokteran Umum Univ Airlangga Surabaya, Pasca Sarjana Univ Brawijaya Malang (Human Resource Management). Guru, dosen dan mantan Kepala sekolah. Sekarang selain tetap menjadi guru, pendidik dan studi lanjut di Psychology department, juga trainer pada seminar, workshop untuk pengembangan guru, siswa dan karyawan, berbasis Multiple Intelligences dan Talent Manajemen.

4 Tanggapan

  1. tulisannya sangat inspiratif,dan saya sangat mengamini apa yang jenengan tulis. Sekolah yang efektif tidak pernah lepas dari hadirnya guru-guru yang efektif pula khan bang?
    • Benar Sekali…bahkan faktor terpenting suksesnya pendidikan sekolah (TK, SD), disamping Orang tua juga Guru terpenting. Siswa justru faktornya tidak terlalu besar. Makin keatas pendidikan, maka siswanya makin besar sebagai faktor efektifnya sukses pendidikan.
  2. Sekolah pulang sore. guru memberi tugas yang tidak sedikit dan mungkin akan selesai jika dilembur, dan tidak hanya 1 guru yang memberi tugas/pekerjaan rumah. Apakah mereka hanya berfikiran yang penting tugas dari saya harus segera dikumpulkan?, Apakah sekolah tsb. efektif?

Tinggalkan Balasan

Ikuti

Get every new post delivered to your Inbox.

No comments:

Post a Comment